Wednesday 27 September 2017

Kita tidak hidup untuk oranglain, but for myself.

Kita tidak hidup untuk oranglain, but for myself.
Kata - kata itu memang terdengar klise bahkan terdengar sangat egois bagi sebagian orang yang tidak punya pandangan. Pandanganpun tentu akan berbeda-beda tergantung bagaimana ia belajar, bagaimana pola pengasuhan orangtuanya, bagaimana ia hidup dan bagaimana perjalanan hidupnya dalam proses pendewasaan. Tentu, pandangan seorang guru akan berbeda dengan pandangan seorang dokter, pegawai swasta, pengangguran atau bahkan mereka yang sakit dan sudah tidak punya harapan hidup lagi. 
terserah kalian bagaimana memaknai tulisan saya. saya tidak akan memaksa kalian untuk setuju atau mengikuti cara pandang saya, karena sejatinya kita memang berbeda sekaligus kaya dengan cara pandang yang berbeda.
Kembali ke topik yang akan saya tulis hari ini, "Kita tidak hidup untuk oranglain, tapi untuk diri kita sendiri".
Saya banyak belajar dari mereka, dengan latarbelakang kehidupan yang berbeda, selalu kagum atau bahkan sesekali tidak setuju dengan cara pandangnya. Tetapi, hidup ini bukan untuk setuju atau tidak setuju karena dengan berbeda pandanganpun kita masih tetap menjalani hidup dengan baik, saling bergandengan tangan, saling membantu dalam kebaikan dan tetap saling mengasihi satu sama lain.

Jiwa yang sakit karena luka masalalu cenderung akan lebih sulit menghadapi beberapa situasi terlebih jika masih berinteraksi. Mungkin butuh beberapa tahun untuk bisa pulih supaya ia bisa menerima, tapi itupun tidak bisa menjamin seseorang akan sembuh dari luka masalalunya. Seperti paku yang ditancapkan pada papan, kita mungkin bisa mencabut paku itu tapi tidak akan bisa menghilangkan bekasnya. Begitulah manusia akan selalu meninggalkan noda untuk manusia yang lainya. 
Mungkin ini tampak sepele bahkan dengan pandangan yang merendahkan kita akan berfikir setidak pemaafkah orang itu, bahkan tuhan saja maha pemaaf. Semua orang sah-sah saja berpikiran demikian tapi ingat kita tidak pernah merasakan hidup oranglain, kita tidak tau bagaimana orang itu untuk tetap kuat dengan luka masalalu yang dalam, kita juga tidak tau apa saja yang sudah ia hadapi dalam menjalani hidupnya diluar usahanya untuk menyembuhkan luka masalalunya.

Bagi seorang anak orantua adalah tombak utama, sekaligus busur panah bagaimana ia melesat , sampai pada tumpu kah atau bahkan melenceng dari busur tergantung dari kekuatan tarikan yang diberikan. Luka masalalu pada keluarga jauh akan lebih dalam dan membekas dibandingkan dengan yang lainya. Hari ini aku berbincang banyak dengan orang itu, banyak pelajaran yang bisa direnungkan, bahkan jika aku ditempatkan pada posisinya belum tentu bisa menghadapinya.  Begitulah manusia tidak ada yang sempurna dengan segala keterbatasan yang ada.

Dengan segala luka yang ada, dan upaya untuk membahagiakan oranglain dan diri sendiri, kita butuh upaya yang besar untuk bisa melihat senyum bahagia orang-orang tercinta. Segala keputusan, cita-cita dan jalan yang akan diambil tentu memerlukan beberapa pertimbangan orang-orang terkasih, seolah merekapun terlihat punya andil sibuk mengatur ini itu  tapi justru kita hidup tidak untuk mereka, kita berhak dengan semua keputusan yang akan kita ambil, kita berhak menentukan jalan mana yang akan kita tempuh dalam perjuangan ini. disinilah dilema besar dalam perjalanan hidup kita, sangat tidak salah jika kita berpikir bahwa  hidup bukan untuk oranglain, tapi untuk diri sendiri.

Jika direnungkan, kita tidak tau doa siapa yang telah membuat kita sehat, sukses, melewati hidup dengan mudah dan semua jalan keluar yang ada. Kita tidak tau itu do'a-do'a siapa, masihkah bersikap jumawa?
Tentu dengan segala keputusan yang ada, meskipun pada akhirnya kita berat untuk mengambil keputusan tersebut karena tekanan di luar diri kita lebih besar dan berisiko tinggi, maka mudah-mudahan keputusan yang berat yang sudah kita ambil atas dukungan dari luar semoga memberikan kebaikan yang lebih besar pula itu semua tidak lain hanya ingin membuat semua menjadi baik-baik saja, meskipun kita sendiri hancur. Janji Allah itu pasti,  siapa yang tidak percaya ini bagi orang yang beriman yang penuh dengan pengharapan tentunya ia akan selalu percaya pada janji-Nya.

“Jika kalian berbuat baik, sesungguhnya kalian berbuat baik bagi diri kalian sendiri” (QS. Al-Isra:7)
Kita memang tidak hidup untuk oranglain, Tapi untuk diri kita sendiri karena sebaik-baiknya manusia adalah ia yang memberikan banyak manfaat bagi oranglain.
Jika kita tidak punya harta maka kita punya ilmu, jika kita tidak punya harta dan ilmu maka kita punya tenaga dan jika kita tidak memiliki semuanya maka kita memiliki diri kita sendiri untuk bisa membuat banyak orang tersenyum bahagia. Awalnya mungkin akan sulit tapi itu justru ladang untuk kita tetap rendah hati, Sungguh Allah Maha Melihat dengan segala pengorbanan yang kita pebuat untuk oranglain.

Wallahu A'lam Bishawab